Tom Lembong Hadapi Ancaman Penjara Seumur Hidup atas Kasus Korupsi

 


Mantan Menteri Perdagangan, Thomas Lembong atau yang akrab disapa Tom Lembong, terancam hukuman penjara seumur hidup setelah resmi dinyatakan sebagai tersangka dalam dugaan korupsi terkait impor gula. Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) di Kejaksaan Agung, Abdul Qohar, mengungkapkan bahwa pria bernama lengkap Thomas Trikasih Lembong ini diduga melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Jo Pasal 18 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi, serta Pasal 55 KUHP.


"Dua tersangka yang terlibat telah dikenakan penahanan di Rutan selama 20 hari ke depan. Untuk tersangka TTL, penahanannya dilakukan di Rutan Salemba, cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan," kata Abdul dalam konferensi pers yang berlangsung di Gedung Kartika Kejaksaan Agung, Selasa (29/10).


Penerapan pasal-pasal tersebut membuat Tom Lembong menghadapi ancaman hukuman penjara maksimal seumur hidup, sesuai dengan ketentuan Pasal 3 dari UU Nomor 20 Tahun 2001. Berikut ini penjelasan pasal yang digunakan terhadapnya:


Pasal 2


(1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan tindakan memperkaya diri atau orang lain atau korporasi yang merugikan keuangan atau perekonomian negara dapat dikenakan hukuman hukuman penjara dengan durasi paling pendek 4 tahun hingga paling panjang 20 tahun, serta dikenai denda minimal sebesar Rp200 juta dan maksimal Rp1 miliar.


Pasal 3


Setiap orang yang menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya untuk menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau korporasi yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, bisa dipidana dengan hukuman penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun, serta atau denda minimal Rp50 juta dan maksimal Rp1 miliar.


Diduga bahwa dalam kapasitasnya sebagai Menteri Perdagangan saat itu, Tom Lembong menyalahgunakan wewenangnya dalam proses kebijakan impor gula pada periode 2015-2016.


Riwayat Kasus Korupsi Impor Gula yang Menjerat Tom Lembong sebagai Tersangka

Kejaksaan Agung menemukan indikasi bahwa Tom Lembong melakukan pelanggaran hukum dengan alasan pemenuhan kebutuhan stok gula dan stabilisasi harga nasional. Kementerian Perdagangan diduga menyetujui impor gula kristal mentah (GKM) yang kemudian diolah menjadi gula kristal putih (GKP) kepada pihak-pihak yang sebenarnya tidak berhak untuk mengimpor.


Menurut aturan yang diatur dalam Keputusan Menteri Perdagangan dan Menteri Perindustrian Nomor 257 Tahun 2014, yang berhak melakukan impor gula kristal putih sebenarnya adalah perusahaan milik negara (BUMN). Namun, Tom Lembong justru dikabarkan memberikan persetujuan impor kepada beberapa perusahaan swasta, sehingga mengakibatkan terjadinya dugaan tindak pidana korupsi.







Thomas Trikasih Lembong, atau yang lebih dikenal sebagai Tom Lembong, kini menghadapi status tersangka dalam kasus dugaan korupsi impor gula. Kejaksaan Agung menduga bahwa kebijakan impor yang dikeluarkan oleh Tom Lembong sewaktu menjabat sebagai Menteri Perdagangan pada masa pemerintahan Presiden Jokowi melanggar ketentuan hukum yang berlaku.


Awal mula kasus ini dapat dilacak ke 15 Mei 2014, ketika rapat koordinasi lintas kementerian menghasilkan keputusan bahwa Indonesia mengalami surplus gula, sehingga impor dianggap tidak diperlukan. Meski demikian, beberapa bulan kemudian, Menteri Perdagangan Tom Lembong justru memutuskan untuk mengimpor gula dalam jumlah besar. Dia memberikan persetujuan untuk mengimpor 105 ribu ton gula kristal mentah (GKM), yang kemudian akan diproses menjadi gula kristal putih (GKP).


Berdasarkan Keputusan Menteri Perdagangan dan Menteri Perindustrian Nomor 257 Tahun 2014, impor GKP hanya boleh dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Namun, dalam praktiknya, Tom Lembong justru memberikan izin kepada beberapa perusahaan swasta untuk melakukan impor tersebut.


Pengambilan kebijakan ini pun dilakukan tanpa melalui rapat koordinasi dengan lembaga terkait dan tanpa rekomendasi kementerian untuk memastikan kebutuhan gula yang sesungguhnya sebelum melakukan impor.


Kemudian, pada 28 Desember 2015, rapat koordinasi lintas kementerian yang dipimpin oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menyimpulkan bahwa pada tahun 2016 Indonesia akan mengalami kekurangan gula kristal putih sebesar 207 ribu ton. Menanggapi hal ini, BUMN PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) ditugaskan untuk mengimpor gula. Namun, PT PPI justru menunjuk delapan perusahaan swasta untuk melaksanakan impor tersebut.


Menurut Abdul Qohar, Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus, langkah PT PPI ini dilakukan dengan tujuan untuk menstabilkan harga gula dan memenuhi kebutuhan impor gula nasional hingga November-Desember 2015. Abdul menjelaskan bahwa tersangka CS, selaku Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI, menginstruksikan stafnya untuk melakukan pertemuan dengan delapan perusahaan swasta tersebut, yang bergerak dalam sektor gula.


Namun, kedelapan perusahaan swasta tersebut sebenarnya tidak memiliki izin untuk mengimpor GKM yang akan diolah menjadi GKP. Mereka hanya memiliki izin untuk mengimpor gula kristal rafinasi, yang seharusnya khusus digunakan oleh industri makanan, minuman, dan farmasi.


Dalam praktiknya, PT PPI seolah-olah melakukan pembelian gula dari delapan perusahaan swasta ini setelah mereka mengimpor dan mengolahnya menjadi GKP. Faktanya, gula tersebut dijual oleh perusahaan-perusahaan swasta ini kepada distributor yang terafiliasi untuk diedarkan kepada masyarakat. Harga jual gula dari kedelapan perusahaan tersebut mencapai Rp26 ribu per kilogram, jauh melebihi Harga Eceran Tertinggi (HET) yang saat itu sebesar Rp13 ribu per kilogram. Tidak ada tindakan operasi pasar yang dilakukan untuk menstabilkan harga.


Akibat kebijakan ini, PT PPI diduga menerima komisi sebesar Rp105 per kilogram dari delapan perusahaan tersebut, yang menyebabkan kerugian negara hingga Rp400 miliar.


Atas tindakannya, Tom Lembong dikenai pasal-pasal tindak pidana korupsi, yakni Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Jika terbukti bersalah, Tom menghadapi ancaman hukuman penjara seumur hidup atas keterlibatannya dalam kasus ini.


Kejagung Sebut Tom Lembong Teken Izin Impor saat RI Surplus Gula

Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan bahwa Thomas Lembong, atau yang dikenal sebagai Tom Lembong, menerbitkan izin Persetujuan Impor (PI) meskipun Indonesia sedang mengalami kelebihan pasokan gula. Menurut Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejagung, Abdul Qohar, izin impor ini dikeluarkan Tom Lembong saat menjabat sebagai Menteri Perdagangan pada 2015-2016.


Abdul menjelaskan bahwa pada Rapat Koordinasi antar Kementerian tanggal 12 Mei 2015, telah disepakati bahwa Indonesia sedang berada dalam kondisi surplus gula, sehingga impor dianggap tidak diperlukan.


"Namun, pada 2015, Menteri Perdagangan, tersangka TTL, tetap mengeluarkan izin Persetujuan Impor untuk 105.000 ton gula kristal mentah," ungkapnya dalam konferensi pers pada Senin (29/10).


Izin impor ini bermasalah, lanjut Abdul, karena Tom Lembong secara khusus menunjuk PT AP untuk melaksanakan impor tersebut. Selain itu, izin yang dikeluarkan memungkinkan impor gula kristal mentah (GKM) yang nantinya akan diproses menjadi gula kristal putih (GKP).


Sesuai dengan Keputusan Menteri Perdagangan dan Perindustrian Nomor 527 Tahun 2004, izin impor seharusnya hanya diperuntukkan bagi gula kristal putih dan harus dilakukan oleh BUMN.


"Tetapi dalam kasus ini, Persetujuan Impor yang diberikan oleh tersangka TTL justru dilakukan oleh PT AP," jelasnya.


Abdul menambahkan bahwa penerbitan izin impor gula kristal mentah tersebut dilakukan oleh Tom Lembong tanpa terlebih dahulu mengadakan rapat koordinasi dengan instansi terkait, juga tanpa rekomendasi dari Kementerian Perindustrian untuk memastikan kebutuhan gula domestik.


"Dampak dari impor gula yang tidak sesuai aturan ini menyebabkan kerugian negara hingga sekitar Rp400 miliar," lanjutnya.


Akibat tindakannya, Tom Lembong dikenai Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.


Lebih baru Lebih lama