Ahli hukum pidana dari Universitas Trisakti, Albert Aries, menjelaskan bahwa penyandang disabilitas tidak otomatis terbebas dari tanggung jawab hukum atas perbuatan mereka.
Pernyataan ini terkait kasus IWAS alias Agus (21), seorang pria difabel yang menjadi tersangka dalam dugaan pelecehan seksual di Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Berdasarkan Pasal 35 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, proses hukum pidana terhadap penyandang disabilitas harus tetap sesuai dengan prosedur hukum acara pidana.
Albert menegaskan bahwa penyandang disabilitas mencakup berbagai kondisi, seperti disabilitas fisik, intelektual, mental, maupun sensorik. Kondisi ini bisa dialami tunggal atau dalam kombinasi, serta berlangsung lama berdasarkan diagnosis medis.
Ia juga mengingatkan adanya kewajiban pemerintah dan aparat hukum dalam memberikan perlindungan hukum kepada penyandang disabilitas, termasuk:
Menyediakan bantuan hukum di setiap tahapan pemeriksaan (Pasal 29).
Mendapatkan rekomendasi dokter, tenaga kesehatan, atau pekerja sosial sebelum memeriksa penyandang disabilitas (Pasal 30).
Memberikan akomodasi layak, seperti Unit Layanan Disabilitas di rutan atau lapas (Pasal 36-37).
Namun, Albert menegaskan bahwa tidak semua penyandang disabilitas terbebas dari tanggung jawab pidana. Menurut Pasal 38 KUHP baru, pelaku dengan disabilitas mental atau intelektual tertentu dapat mengalami pengurangan hukuman atau dikenai tindakan khusus jika mereka dalam kondisi "kurang mampu bertanggung jawab" saat melakukan tindak pidana.
Selain itu, Pasal 39 KUHP baru menyatakan bahwa disabilitas mental dengan kekambuhan akut atau disabilitas intelektual berat tidak dapat dijatuhi hukuman pidana, tetapi dapat dikenai tindakan karena dianggap "tidak mampu bertanggung jawab".
Kasus pelecehan seksual yang diduga dilakukan Agus menjadi perhatian publik setelah seorang mahasiswi berinisial MA melaporkan Agus ke Polda NTB melalui laporan polisi. Agus saat ini telah ditetapkan sebagai tersangka dan menjalani status tahanan rumah.
Seiring penyelidikan, muncul laporan dari korban lain. Kepala DP3AP2KB NTB, Nunung Trianingsih, menyatakan bahwa Pemprov NTB siap memberikan pendampingan hukum kepada para korban.
"Kami menginginkan agar kasus ini cepat tuntas, sehingga para korban dapat memperoleh keadilan. Ini juga menjadi pelajaran bahwa kekurangan fisik atau mental bukan alasan untuk melakukan tindak pidana," tegas Nunung.
Nunung menambahkan bahwa Pemprov NTB saat ini fokus memberikan dukungan kepada korban. "Kami prioritaskan pendampingan, terutama jika melibatkan anak-anak," katanya.
Jumlah Korban Dugaan Pelecehan Seksual oleh Agus Difabel Bertambah Menjadi 15 Orang
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda NTB, Komisaris Besar Polisi Syarif Hidayat, mengungkapkan bahwa jumlah korban dugaan pelecehan seksual yang melibatkan tersangka Agus alias IWAS, seorang penyandang disabilitas tunadaksa, kini bertambah menjadi 15 orang. Informasi ini diperoleh dari data terbaru yang diterima pihak kepolisian dari Komisi Disabilitas Daerah (KDD) Provinsi NTB. Sebelumnya, jumlah korban yang terdata hanya 13 orang.
"Saat ini, prioritas utama kami adalah merampungkan berkas perkara yang telah kami kirimkan kepada jaksa peneliti. Dari dua korban tambahan, salah satunya merupakan anak di bawah umur. Namun, pemeriksaan utama saat ini masih berpusat pada laporan awal yang melibatkan lima korban, termasuk pelapor," ujar Syarif, Senin (9/12).
Agus telah menjalani pemeriksaan sebagai tersangka di hadapan penyidik Bidang Remaja, Anak, dan Wanita (Renakta) Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda NTB. Pemeriksaan dimulai pada Senin pagi dan berlanjut hingga sore hari.
Syarif memastikan bahwa proses pemeriksaan terhadap tersangka dilakukan dengan pendampingan kuasa hukum. "Kami baru saja menerima surat kuasa dari pengacara Agus, sehingga proses pemeriksaannya masih terus berjalan," ungkapnya.
Selama pemeriksaan, kepolisian tetap memperhatikan pemenuhan hak-hak tersangka sebagai penyandang disabilitas. Hal ini termasuk fasilitas dan layanan yang mendukung kebutuhan khusus tersangka.
Terkait status penahanan rumah yang diterapkan kepada Agus, Syarif menjelaskan bahwa pihaknya belum berencana untuk mengalihkan statusnya menjadi tahanan rutan. "Penetapan Agus sebagai tahanan rumah merupakan langkah kami untuk memenuhi hak-haknya sebagai penyandang disabilitas, karena saat ini belum tersedia fasilitas tahanan yang mendukung kebutuhan khusus penyandang disabilitas. Masa tahanan rumah ini telah kami perpanjang selama 40 hari," tambahnya.
Agus dijerat Pasal 6 huruf c Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Kapolda NTB, Irjen Pol Hadi Gunawan, turut membenarkan perpanjangan masa tahanan rumah tersebut.
"Saat ini kami fokus pada pemeriksaan berkas perkara. Dua korban tambahan telah menjalani berita acara investigasi (BAI), salah satunya anak di bawah umur," ujar Kapolda.
Menteri Sosial Bertemu Agus
Menteri Sosial Saifullah Yusuf turut memberikan perhatian terhadap kasus ini. Ia menemui Agus di NTB untuk memastikan pemenuhan kebutuhan khususnya sebagai penyandang disabilitas.
"Saya mengapresiasi langkah Kapolda NTB beserta jajarannya. Keputusan untuk mengutamakan pedoman pelayanan bagi penyandang disabilitas yang berhadapan dengan hukum menunjukkan perhatian khusus kepada hak-hak mereka," ujar Mensos dalam keterangan tertulis yang dirilis pada Senin (9/12).
Mensos juga menegaskan bahwa pihak kepolisian NTB akan melanjutkan proses hukum secara hati-hati, dengan tetap memperhatikan hak-hak tersangka. Ia juga menyatakan telah bertemu langsung dengan Agus dan kuasa hukumnya untuk memantau kondisi dan proses hukum yang tengah berlangsung.
Selama menjalani proses hukum, Mensos memastikan bahwa Agus telah mendapatkan hak-haknya, termasuk pelayanan medis dan psikis yang diperlukan. "Hak-hak tersebut memastikan bahwa Agus dapat menjalani pemeriksaan dengan nyaman, tanpa tekanan, dan dalam kondisi yang mendukung," jelasnya.
Kasus ini terus menjadi perhatian publik, mengingat sensitivitas yang menyertainya, baik terkait status disabilitas tersangka maupun keberadaan korban yang melibatkan anak-anak. Proses hukum diharapkan dapat berjalan secara adil bagi semua pihak yang terlibat, termasuk pemenuhan keadilan bagi para korban.
Mensos berharap penanganan kasus ini dapat menjadi pembelajaran penting bagi semua pihak terkait perlindungan dan pelayanan hukum terhadap penyandang disabilitas, sekaligus memastikan bahwa mereka yang menjadi korban memperoleh keadilan yang sepatutnya.
"Dalam setiap langkah penanganan kasus seperti ini, keseimbangan antara hak-hak tersangka dan korban harus menjadi prioritas utama," pungkas Mensos.
Rekonstruksi Kasus Dugaan Pelecehan oleh Agus Difabel Digelar di Tiga Lokasi
Polda Nusa Tenggara Barat (NTB) melaksanakan rekonstruksi kasus dugaan pelecehan seksual yang melibatkan tersangka penyandang disabilitas tunadaksa, Agus alias IWAS, pada Rabu (11/12). Rekonstruksi tersebut mencakup 49 adegan yang diperagakan di tiga lokasi berbeda, yakni Taman Udayana, Islamic Center, dan homestay tempat dugaan pelecehan terjadi.
Kegiatan ini dimulai sekitar pukul 09.00 WITA dengan kehadiran tersangka yang didampingi pengacaranya dan ibunya. Selain itu, sejumlah personel dari Kejaksaan Tinggi Negeri (Kejati) NTB dan penyidik Subdit IV Ditkrimum Polda NTB juga hadir untuk mengawasi proses rekonstruksi.
Pada lokasi pertama, IWAS memperagakan sejumlah adegan terkait pertemuan awal dengan korban. Kuasa hukumnya, Ainuddin, menjelaskan bahwa rekonstruksi ini bertujuan untuk memperjelas fakta-fakta dalam kasus tersebut. Ia menilai langkah ini penting bagi kedua belah pihak, baik korban maupun tersangka.
"Proses ini membantu menghilangkan keraguan atau ketidaksesuaian informasi dari saksi maupun korban, sehingga semuanya menjadi lebih terang dan jelas," kata Ainuddin.
Sebelumnya, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda NTB, Kombes Syarif Hidayat, mengungkapkan bahwa jumlah korban dugaan pelecehan seksual oleh Agus bertambah menjadi 15 orang. Data terbaru ini diperoleh dari Komisi Disabilitas Daerah (KDD) NTB, setelah sebelumnya tercatat 13 korban.
"Kami telah meminta keterangan dari dua korban tambahan melalui berita acara investigasi (BAI), di mana salah satu korban merupakan anak. Meski begitu, fokus utama pemeriksaan kami tetap pada laporan awal yang melibatkan lima korban, termasuk pelapor," kata Syarif pada Senin (9/12).
Pada hari yang sama, Agus diperiksa kembali sebagai tersangka oleh penyidik Bidang Remaja, Anak, dan Wanita Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda NTB. Syarif memastikan bahwa proses pemeriksaan dilakukan dengan pendampingan kuasa hukum serta tetap mengedepankan pemenuhan hak-hak Agus sebagai penyandang disabilitas. Proses pemeriksaan dimulai pada Senin pagi dan berlangsung hingga sore hari.