Polisi menetapkan George Sugama Halim (GSH), putra pemilik toko roti di Jakarta Timur, sebagai tersangka dalam kasus dugaan penganiayaan terhadap seorang karyawan.
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Ade Ary Syam Indradi, menyampaikan bahwa penetapan George sebagai tersangka didasarkan pada berbagai barang bukti dan hasil penyelidikan yang dilakukan oleh pihak kepolisian.
“Setelah dilakukan gelar perkara, penyidik Satreskrim Polres Metro Jakarta Timur menetapkan GSH sebagai tersangka,” ujar Ade Ary kepada awak media, Senin (16/12).
Dalam kasus ini, George dijerat dengan Pasal 351 KUHP terkait penganiayaan, yang membawa ancaman hukuman penjara hingga lima tahun.
Ade Ary juga menambahkan bahwa George saat ini belum dimintai keterangan lebih lanjut oleh penyidik sejak penangkapannya pada Senin dini hari. Pemeriksaan masih tertunda karena menunggu kehadiran tim kuasa hukum tersangka.
"Sampai saat ini, proses pemeriksaan belum tuntas karena kami masih menanti kehadiran tim kuasa hukum," ungkapnya.
Korban Melapor Setelah Penganiayaan Berulang
Kasus ini bermula ketika seorang karyawan berinisial D, yang bekerja di toko roti milik keluarga George di kawasan Penggilingan, Jakarta Timur, melaporkan dugaan penganiayaan yang ia alami. D mengaku telah menjadi korban kekerasan berulang kali sebelum akhirnya memberanikan diri untuk melapor ke polisi.
Menurut pengakuan korban, pelaku tidak menunjukkan rasa takut meskipun dirinya telah mengancam akan melaporkannya ke pihak berwajib. “Dia malah berkata bahwa saya tidak akan bisa memenjarakannya,” ungkap D.
Puncak insiden terjadi pada Kamis (17/10), ketika George meminta D untuk mengantarkan makanan pesanannya. Namun, D menolak permintaan tersebut karena sedang sibuk bekerja, dan tugas itu dianggap bukan tanggung jawabnya.
Penolakan tersebut memicu amarah pelaku, yang kemudian melakukan penganiayaan dengan melempar berbagai barang ke arah korban, termasuk kursi dan benda berat lainnya. Akibatnya, kepala D mengalami luka serius.
"Begitu saya menolak, dia langsung emosi dan melempari saya dengan patung batu, kursi, meja, hingga mesin bank. Semua benda yang dilemparnya mengenai tubuh saya," kata D.
"Saat kejadian itu, ayah pelaku menarik saya dan meminta saya untuk pulang. Namun, tas dan ponsel saya tertinggal di dalam ruangan. Saat saya mencoba mengambil barang-barang saya, pelaku kembali melempar saya dengan kursi berkali-kali, hingga akhirnya saya terpojok dan tidak bisa melarikan diri,” sambungnya.
Laporan Polisi dan Penangkapan Pelaku
Keesokan harinya, pada Jumat (18/10), korban melaporkan kasus penganiayaan tersebut ke pihak kepolisian. Setelah hampir dua bulan proses penyelidikan, polisi akhirnya berhasil menangkap George di daerah Sukabumi, Jawa Barat.
Saat ini, proses hukum terhadap tersangka sedang berjalan. Korban berharap kasus ini dapat memberikan keadilan atas kekerasan yang dialaminya.
Kronologi Dugaan Penganiayaan oleh Anak Pemilik Toko Roti di Jakarta Timur Versi Korban
Seorang karyawan toko roti di Penggilingan, Cakung, Jakarta Timur, berinisial D, menceritakan peristiwa penganiayaan yang dialaminya oleh George Sugama Halim (GSH), putra pemilik toko tempatnya bekerja. Insiden tersebut, menurut D, terjadi pada Kamis malam, 17 Oktober, saat ia sedang bekerja bersama dua rekan lainnya.
Saat kejadian, George tiba di lokasi dan memesan makanan secara online. Setelah pesanannya tiba, ia meminta D untuk mengantarkan makanan tersebut ke kamar pribadinya.
"Dia meminta saya mengantarkan makanan ke kamarnya dengan cara yang merendahkan, seolah-olah saya hanya seorang pembantu," ungkap D kepada wartawan, Minggu (15/12).
D menjelaskan bahwa saat itu dirinya sedang menyelesaikan pekerjaan penting yang harus selesai hari itu juga, sehingga ia menolak permintaan George. D juga menegaskan bahwa sebelumnya ia telah membuat kesepakatan untuk tidak lagi mengantarkan makanan ke kamar George, karena pengalaman buruk yang pernah ia alami.
"Dulu, pelaku pernah melemparkan meja ke arah saya, meskipun lemparannya tidak sampai mengenai tubuh saya. Dia juga sempat menghina saya dengan sebutan 'orang miskin' dan mengatakan bahwa saya tidak akan bisa memenjarakannya karena dia merasa kebal hukum," tutur D.
D menambahkan bahwa kesepakatan itu dibuat bersama adik pelaku untuk mencegah dirinya mengalami perlakuan serupa di masa depan. Namun, meskipun sudah menolak permintaan George, pelaku tetap bersikeras.
Setelah ditolak, George menelepon ibunya dan melaporkan kejadian tersebut. Berdasarkan pengakuan D, ibu George justru memarahi anaknya dan meminta George mengambil pesanannya sendiri. Namun, pelaku tidak menghiraukan teguran itu dan tetap memaksa D untuk mengantar makanan.
"Saya kembali menolak karena merasa cemas dan tersinggung. Dia sudah menghina saya dan keluarga saya sebelumnya, dan tugas itu bukan bagian dari pekerjaan saya," jelas D.
Akibat penolakannya, George menjadi marah dan melakukan kekerasan. Ia melemparkan berbagai barang ke arah D, seperti patung batu, kursi, meja, dan mesin EDC. Semua benda yang dilempar mengenai tubuh korban, menyebabkan luka-luka.
"Setelah saya berulang kali menolak, dia mulai melemparkan berbagai benda ke arah saya. Semuanya mengenai tubuh saya," kata D.
Usai kejadian tersebut, ayah George menarik D dan menyuruhnya pulang. Namun, tas dan ponsel D tertinggal di dalam ruangan. Ketika D kembali untuk mengambil barang-barangnya, George kembali melakukan penganiayaan.
"Saat saya berusaha mengambil tas dan ponsel, dia kembali berulang kali melemparkan kursi ke arah saya. Saya akhirnya terpojok di ruangan yang penuh dengan oven dan mesin kue," ujar D.
Klimaks kekerasan terjadi ketika George melemparkan loyang kue ke arah kepala D, yang mengakibatkan luka sobek dan perdarahan. Dalam kondisi penuh luka dan memar, D melarikan diri dari toko.
Keesokan harinya, pada Jumat, 18 Oktober, D melaporkan kejadian tersebut ke pihak berwajib. Setelah dilakukan penyelidikan selama hampir dua bulan, polisi akhirnya menangkap George pada Senin dini hari, 16 Desember, di sebuah hotel di Sukabumi, Jawa Barat.
Kini, George telah ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan penganiayaan. Ia dijerat Pasal 351 KUHP, yang memiliki ancaman hukuman maksimal lima tahun penjara.
Peradi SAI Tuntut Penindakan Hukum atas Pengacara yang Diduga Menipu Korban Anak Bos Toko Roti
Perhimpunan Advokat Indonesia Suara Advokat Indonesia (Peradi SAI) mengecam keras tindakan seorang pengacara yang diduga menipu D, korban penganiayaan oleh anak pemilik toko roti di Cakung, Jakarta Timur. D sempat menggunakan jasa pengacara tersebut untuk membantunya dalam kasusnya, namun pengacara itu kabur setelah menerima sejumlah uang dari korban.
Ketua Umum Peradi SAI, Juniver Girsang, mengungkapkan bahwa jika pengacara tersebut merupakan anggota Peradi SAI, ia akan meminta Dewan Kehormatan Pusat (DKP) untuk segera melakukan sidang etik.
“Saya akan meminta DKP untuk memproses dan, jika terbukti bersalah, memberikan hukuman tegas berupa pemecatan permanen sebagai anggota,” ujar Juniver dalam pernyataan tertulis, Kamis (19/12).
Menurutnya, profesi advokat merupakan officium nobile atau profesi terhormat yang harus dijunjung tinggi dan tidak disalahgunakan. Ia juga mendorong organisasi advokat lain untuk menindak tegas anggotanya yang melakukan pelanggaran.
“Profesi advokat adalah pilar penting bagi masyarakat pencari keadilan. Tindakan seperti ini sangat mencoreng profesi yang seharusnya melayani masyarakat, terutama mereka yang lemah,” tambah Juniver.
Sebelumnya, D mengungkapkan pengalaman pahitnya saat mencari keadilan. Ia sempat ditipu oleh seorang pengacara yang mengaku berasal dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) dan dikirim oleh keluarga pelaku.
"Saya pernah diberikan pengacara oleh pihak pelaku, namun pada awalnya saya tidak menyadari hal itu. Dia mengaku dari LBH yang ditugaskan Polda,” ujar D saat rapat dengan Komisi III DPR, Selasa (17/12).
D kemudian mengganti pengacaranya setelah menyadari fakta tersebut. Namun, pengacara baru itu justru sering meminta uang, memaksa keluarganya menjual motor satu-satunya untuk memenuhi permintaannya. Setelah itu, pengacara tersebut menghilang tanpa kabar.
"Pengacara yang baru itu terus-menerus datang untuk meminta uang setiap kali ada informasi, hingga akhirnya ibu saya terpaksa menjual motor kami," cerita D.
Dalam kasus ini, George Sugama Halim telah ditetapkan sebagai tersangka. Ia dikenai Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan dengan ancaman hukuman penjara maksimal lima tahun.