Saran dari Akademisi kepada Pemeran Film Remake yang Dihadapkan pada Kritik Penggemar.



Film A Business Proposal (2025) tampaknya menghadapi tantangan besar dalam menarik minat penonton, terutama setelah mendapat respons negatif dari penggemar konten Korea. Meskipun studio dan Abidzar Al-ghifari telah mengeluarkan permintaan maaf dan surat terbuka, upaya tersebut sepertinya tidak cukup untuk mengembalikan kepercayaan para penggemar. Film yang dibintangi oleh Ariel Tatum dan diadaptasi dari webtoon serta drama Korea populer ini dilaporkan mengalami penjualan tiket yang sangat rendah untuk ukuran film sekelasnya.

Pada hari pertama penayangannya, 6 Februari 2025, banyak netizen melaporkan bahwa bioskop yang menayangkan film tersebut terlihat sepi. Bahkan, Falcon Pictures, studio di balik film ini, terlihat kurang aktif dalam mempromosikan film tersebut. Mereka tidak mengunggah ulang tiket yang dibeli penonton, seperti yang biasa dilakukan studio lain selama masa promosi film. Pada hari kedua penayangan, Jumat 7 Februari 2025, jumlah layar yang menayangkan film ini di berbagai bioskop sudah mengalami penurunan signifikan.

Misalnya, di jaringan bioskop XXI wilayah Jakarta, film ini hanya ditayangkan di 17 lokasi dengan jadwal yang sangat terbatas, yakni 2-5 kali sehari. Bahkan, di beberapa lokasi, hanya ada satu jadwal penayangan yang tersedia. Ketika dilakukan pengecekan secara acak, terlihat bahwa sebagian besar kursi yang disediakan untuk film tersebut masih belum terisi penonton. Di Blok M Square, yang dikenal sebagai pusat penayangan film lokal, jumlah penonton tidak sampai lima orang untuk jam tayang pukul 16.40 WIB dan 21.05 WIB. Situasi yang lebih buruk terjadi di jaringan bioskop Cinepolis Jakarta, di mana hampir semua jadwal penayangan film ini masih kosong.

Falcon Pictures sendiri belum mengumumkan angka penjualan tiket hari pertama mereka di media sosial. Meskipun demikian, masih ada harapan bahwa film ini bisa menarik lebih banyak penonton hingga akhir pekan pertama, yang berakhir pada Minggu (9/2). Selain itu, film ini masih berpeluang mendapatkan penonton dari bioskop di luar wilayah Jabodetabek. Namun, jika penjualan tiket tidak membaik atau bahkan memburuk pada akhir pekan, kemungkinan besar film ini akan segera menghilang dari layar pada pekan kedua penayangannya, menimbulkan kerugian besar bagi Falcon Pictures.

Menanggapi situasi ini, Produser Falcon Pictures, Frederica, menyatakan bahwa pihaknya akan tetap menjalani rencana yang sudah ditetapkan untuk film ini. "Pasti teman-teman sudah mengetahui situasinya, semua informasi bisa kita lihat dan baca di media sosial," ujar Frederica ketika diwawancarai.

Situasi ini terjadi setelah para penggemar konten Korea Selatan, terutama penggemar drama Korea A Business Proposal, menyerukan boikot terhadap film tersebut. Salah satu penyebabnya adalah pernyataan Abidzar Al-ghifari yang menuai kontroversi. Saat jumpa media, Abidzar mengaku hanya menonton sebagian episode pertama drama tersebut dan memutuskan tidak melanjutkannya karena ingin mengembangkan karakternya sendiri. Padahal, ia memerankan versi Indonesia dari karakter pria utama dalam drama tersebut, Kang Tae-moo (Ahn Hyo-seop). Sementara itu, lawan mainnya, Ariel Tatum, mengaku telah menonton versi drama sebelum memerankan karakternya.

Selain itu, Abidzar juga mendapat kritik karena dalam sebuah podcast, ia menyebut para penggemar drama Korea sebagai "fanatik". Istilah ini dianggap sensitif oleh penggemar hallyu karena dinilai sebagai stereotip yang merendahkan. Belum lagi, dalam podcast yang sama, Abidzar menyatakan bahwa ia tidak peduli dengan protes dan kritikan yang ditujukan padanya, bahkan dengan tegas mengatakan bahwa para pengkritik "enggak bakal diundang nanti di premier".

Meskipun Falcon Pictures dan Abidzar telah mengeluarkan pernyataan terbuka dan meminta maaf atas kontroversi tersebut, banyak penggemar yang menganggap permintaan maaf tersebut tidak tulus. Beberapa penggemar bahkan menyatakan bahwa mereka akan terus memboikot film tersebut. "Mengapa penonton harus memperhatikan 20 seniman dan 100 kru kalau satu aktornya saja tidak memperhatikan mereka?" tanya seorang penggemar. "Ga dimaafkan. Aku fanatik soalnya. Aku boikot aja," kata yang lain.





Akademisi memberikan saran kepada para kreator dan pemain film remake yang menghadapi kritik dari penggemar, seperti yang terjadi pada film A Business Proposal. Menurut mereka, ketika sebuah film remake menuai kontroversi, sebaiknya para pemain dan tim kreatif tidak membela diri secara berlebihan. Hal ini karena penonton, terutama penggemar konten asli, sudah memiliki standar dan ekspektasi tersendiri terhadap karya tersebut. Satrio Pepo Pamungkas, seorang akademisi film dan produser, menjelaskan bahwa begitu sebuah film dirilis, makna dan interpretasi atas karya tersebut sepenuhnya berada di tangan penonton. Oleh karena itu, pembelaan diri dari pihak kreator atau pemain dianggap tidak tepat dan tidak lumrah.

Satrio Pepo menekankan bahwa ketika sebuah film remake dibuat, tim kreatif harus memahami betul bagaimana karya tersebut akan diterima oleh penonton. Riset mendalam, diskusi, dan focus group discussion (FGD) menjadi langkah penting untuk memahami ekspektasi penonton. Hal ini dilakukan agar film bisa lebih dekat dengan target penontonnya, terutama penggemar konten asli. Ia juga menambahkan bahwa proyek remake yang bertujuan komersial sangat bergantung pada dukungan penggemar konten aslinya. Oleh karena itu, faktor "penonton adalah raja" menjadi sesuatu yang tidak bisa dihindari. Ini berbeda dengan film-film yang dibuat untuk kompetisi festival, yang tidak memiliki beban ekonomi sebesar film komersial.

Meskipun demikian, Satrio Pepo mengakui bahwa setiap sineas dan pemain memiliki kebebasan kreatif dalam mengekspresikan pendapat dan pemahaman mereka terhadap peran yang dibawakan. Namun, ketika kritik, boikot, atau cancel culture terjadi, hal tersebut dianggap wajar sebagai bagian dari proses interpretasi publik terhadap sebuah karya seni. Kritik adalah bentuk apresiasi dan evaluasi yang alami dalam dunia seni, dan pihak kreator sebaiknya menerimanya dengan lapang dada. Begitu pula dengan pihak studio, yang harus memahami segala risiko sebelum memutuskan untuk menggarap proyek remake, terutama dari negara yang budayanya sudah sangat dikenal oleh target pasar.

Satrio Pepo menegaskan bahwa karya seni, termasuk film, seharusnya dibiarkan bergulir dalam ruang diskusi masyarakat. Ini adalah bagian dari ekosistem karya seni yang sehat, di mana penonton dan kreator saling berinteraksi melalui interpretasi dan tanggapan. Nasihat ini muncul setelah film A Business Proposal versi Indonesia, yang diproduksi oleh Falcon Pictures dan dibintangi oleh Ariel Tatum serta Abidzar Al-Ghifari, mengalami kegagalan di box office. Film ini mendapat gelombang boikot dan kritik dari penggemar konten aslinya, terutama karena perilaku Abidzar yang dianggap tidak menghargai penggemar.



Abidzar menuai kontroversi setelah mengaku hanya menonton sebagian episode drama aslinya dan memilih untuk tidak melanjutkannya. Ia juga dianggap arogan saat menanggapi kritik dari penggemar, bahkan menyebut mereka "fanatik". Hal ini membuat banyak penggemar drama Korea A Business Proposal merasa tersinggung dan memutuskan untuk memboikot film tersebut. Dampaknya, angka penonton film ini sangat rendah pada dua hari pertama penayangannya. Bioskop pun mulai mengurangi jadwal penayangan, dan peluang film ini untuk menarik lebih banyak penonton semakin kecil.

Situasi ini diperparah dengan persaingan dari film lain yang lebih diminati, seperti Petaka Gunung Gede dan 1 Kakak 7 Ponakan, yang masih mampu menarik banyak penonton. Selain itu, film blockbuster Hollywood seperti Captain America: Brave New World yang akan tayang pada 12 Februari 2025 juga berpotensi "memakan" pangsa pasar A Business Proposal. Jika tren penonton tidak membaik, kemungkinan besar film ini akan segera turun dari layar bioskop pada pekan kedua penayangannya, menimbulkan kerugian besar bagi Falcon Pictures.

Dari situasi ini, pelajaran penting bagi para kreator dan pemain film remake adalah pentingnya memahami ekspektasi penggemar konten asli serta menghargai pendapat mereka. Ketika kritik muncul, sebaiknya direspons dengan bijak dan tidak dianggap sebagai serangan pribadi. Selain itu, riset dan pendekatan yang matang sebelum memulai proyek remake menjadi kunci untuk menghindari kegagalan serupa di masa depan.

Lebih baru Lebih lama